Pencarian Salib dan Silsilah Keluarga

Minggu, 24 Desember 2017 - 13:45 WIB
Pencarian Salib dan...
Pencarian Salib dan Silsilah Keluarga
A A A
TOMAS, lelaki berduka dan penasaran. Semula dia dirundung duka beruntun dengan kematian bapak, istri, dan anaknya. Duka diterjemahkan dengan pilihan berjalan secara mundur. Tindakan itu mengartikan ingin memunggungi duka dan Tuhan. Selama berjalan mundur, dia menemukan perbedaan-perbedaan lakon hidup dan melihat orang lain dengan tatapan dan nalar-imajinasi kebalikan.

Duka bersambung penasaran. Dia bekerja mengurusi benda-benda kuno di museum. Pada suatu hari, Tomas menemukan buku harian kuno. Buku itu disimpan sendiri, tak dilaporkan ke kantor. Duka dihajar penasaran dengan membaca kalimat-kalimat kesaksian Bapa Ulisses dari abad silam. Segala cerita masa lalu seperti menuntun Tomas melakukan pencarian jauh berharap menemukan salib. Di halaman-halaman bertuliskan tangan, Tomas penasaran pada salib berada di tempat tak beralamat jelas di Pegunungan Tinggi Portugal.

Cerita di pembukaan novel berjudul The High Mountains of Portugal gubahan Yann Martel mengejutkan dan mendebarkan. Duka atas kematian sempat dilawan, tapi lekas tergantikan keinginan menemukan salib, menjumpai Tuhan. Tomas memutuskan pencarian pada hari-hari menjelang Natal, mengambil cuti kerja demi kepenuhan batin, dan menguak sejarah. Novel itu pantas jadi bacaan kita menjelang Natal, berharap ada tata cerita dan pemaknaan unik. Novel itu berbeda rasa dan kejutan, setelah pembaca di Indonesia khatam novel Yann Martel berjudul Life of Pi.

Hari-hari berjalan mundur lekas mendapat kejutan saat Tomas harus menempuh perjalanan jauh melintasi desa-desa dan kota-kota dengan mobil. Pada awal abad XX, mobil itu teknologi baru. Mobil pinjaman paman membuat Tomas takut dan bingung. Benda menakjubkan tapi menjengkelkan. Dia terpaksa mengendarai mobil sesuai petunjuk-petunjuk. Takut tak juga sirna. Selama perjalanan, mobil sering bermasalah. Di desa-desa, orang-orang terpana melihat mobil. Sekian orang takut, sekian orang seperti melihat mukjizat.

Tomas pun gampang frustrasi. Perjalanan jauh bermobil untuk menemukan salib berbeda dengan cerita Bapa Ulisses di buku harian: "Perjalanan air adalah sebentuk siksa neraka, terlebih di kapal budak sesak dan bau, bermuatan lima ratus lima puluh dua budak dan tiga puluh enam majikan Eropa mereka."

Dulu, orang naik kapal kadang siksaan berat meski bermisi perdagangan, kekuasaan, dan dakwah. Tomas insaf bahwa perjalanan di darat menggunakan mobil pun memberikan siksa neraka. Selama perjalanan, pembaca mendapat pengakuan dan cerita Tomas mengenai pelbagai hal: perbudakan, dakwah, teknologi, binatang, dan pohon. Mobil sempat rusak dan raga letih. Perasaan Tomas sampai tragis. Salib tetap harus ditemukan! Pembaca perlahan merasakan haru dan kesanggupan mencari pembenaran sejarah melalui salib.

Pada saat raga letih, dia sampai ke gereja sederhana di desa dekat Pegunungan Tinggi Portugal. "Dia berjalan mundur menyusuri lorong. Semuanya bersahaja dan sederhana. Dia menduga gereja itu digunakan menjadi naungan, suaka, tempat berlindung. Dia sudah sangat letih," tulis Yann Martel di akhir pencarian salib.

Di gereja tua, dia melihat salib seperti di buku harian Bapa Ulisses. Melihat takjub dan diri pun sampai ke puncak kesepian. Dia sempat melihat simpanse saat melihat salib. Pembaca berhak melakukan penafsiran atas buku harian, salib, dan mobil. Buku itu kesaksian mengawetkan sejarah: tokoh, benda, dan peristiwa.

Salib menjelaskan ikhtiar mengajak orang-orang beriman dan menerima janji keselamatan saat dunia bernalar perbudakan, kolonialisme, dan kekerasan. Mobil mengandung arti kecepatan dan tragis mememahami pencarian religius. Mobil cenderung petaka. Tomas sering mengalami apes dan marah, merusak irama batin saat mengolah duka menjadi penemuan salib. Peristiwa paling sedih adalah kematian bocah akibat Tomas gagal mematuhkan mobil. Pencarian mendapat selingan kematian tanpa penjelasan, memberi siksa batin. Yann Martel memberi kejutan mengenai buku harian, salib, dan mobil.

Pada cerita lanjutan, latar waktu bergerak ke masa 1930-an dengan para tokoh berbeda. Kejutan tetap dihadirkan melalui kecanduan dua tokoh (Maria dan Eusebio) membaca novel-novel gubahan Agatha Christie dan tafsiran kitab suci. Membaca novel detektif merangsang ke pengungkapan misteri-misteri di kitab suci.

Pencarian religius berlangsung dengan ketekunan membaca novel-novel detektif. Para pembaca itu memiliki kaitan silsilah dengan penduduk di Pegunungan Tinggi Portugal, tapi masih samar. Novel turut berperan saat mengantar orang menguji iman dan mendapatkan ketakjuban alegori-alegori Yesus Kristus. Pada episode akhir hidup, novel-novel sempat dimasukkan dalam koper, tergeletak selama puluhan tahun, menanti sang pembuka dan penemu keluarga. Yann Martel sengaja menaruh misteri-misteri, sebelum pembaca merampungkan cerita di halaman-halaman belakang.

Koper itu mirip buku harian: menanti penemu. Puluhan tahun berlalu, koper ditemukan, menuntun ke pengenalan silsilah keluarga bersumber di Pegunungan Tinggi Portuigal. Dulu, penemuan salib dan diri. Pada masa-masa berbeda, penemuan iman melalui novel. Pada para keturunan di akhir abad XX, novel-novel Agatha Christie di dalam koper adalah petunjuk jawaban mengetahui silsilah keluarga dalam kejutan dan duka. Penemu koper adalah simpanse. Yann Martel memberi titik temu segala peristiwa dan kehadiran para tokoh, tapi lamban.

Pembaca dipaksa tabah menempuhi halaman demi halaman, sebelum penemuan kebenaran dan pengungkapan sejarah peradaban manusia. Misteri tersulit untuk dipahami dalam novel Yann Martel adalah simpanse. Novel telah khatam dibaca, tapi kita masih merenung tak ber kesudahan mengenai Tuhan, manusia, dan simpanse. Begitu.

Bandung Mawardi,
penulis di pengedarbacaan.wordpress.com dan pengabarmasalalu.wordpress.com
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2386 seconds (0.1#10.140)